Aturan PROPER Diperketat, Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Jadi Sorotan
Zonabrita.com – Pemerintah semakin serius mendorong tata kelola lingkungan di sektor industri. Melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1375 Tahun 2025, pemerintah memperluas cakupan penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER).
Aturan baru ini menambahkan sejumlah parameter, termasuk aspek pengelolaan sampah dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sebagai upaya untuk mengatasi masalah lingkungan yang semakin kompleks.
Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Wilayah Pesisir dan Laut, Sayid Muhadhar, menjelaskan bahwa PROPER telah mengalami perkembangan sejak diluncurkan pada era 1990-an. Awalnya, penilaian hanya mencakup empat aspek utama. Namun, seiring waktu, cakupannya terus meluas.
“Kalau dulu hanya empat parameter, sekarang bertambah karena persoalan lingkungan makin beragam,” ujar Sayid dalam Hukumonline Compliance Talks di Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Sayid mencontohkan, dari total sampah yang dihasilkan industri, hanya sekitar 39% yang berhasil diolah, sedangkan sisanya belum tertangani. Masalah inilah yang menjadi alasan pemerintah memasukkan indikator sampah dalam penilaian. Selain itu, pengelolaan limbah B3 juga kini menjadi fokus utama karena pentingnya pengawasan ketat, mulai dari penyimpanan hingga logistik.
Sanksi dan Efek Jera
Sayid mengakui, hingga kini masih banyak perusahaan yang mendapatkan peringkat merah dalam penilaian PROPER, yang berarti belum memenuhi ketentuan minimal dalam pengelolaan lingkungan.
“Memang kita proaktif mencari yang merah. Bukan kita proaktif memerahkan, tidak. Kalau tidak dapat merah itu keren. Kalau ada yang merah, saya berikan sanksi administrasi,” tegasnya.
Pemerintah, lanjut Sayid, lebih memilih sanksi administratif sebagai langkah awal sebelum menjatuhkan pidana. Namun, sanksi tetap harus dijalankan untuk memberikan efek jera. “Kalau langsung ditutup, kasihan juga pekerjanya. Jadi, sanksi administratif menjadi pilihan pertama. Penegakan pidana itu langkah terakhir, kalau memang tidak ada perbaikan,” jelasnya.
Ia mencontohkan kasus di sektor perkebunan sawit, di mana perusahaan yang melanggar batas izin operasional dapat dikenakan sanksi pidana. “Jadi, pidana tetap ada, tapi sifatnya pilihan terakhir,” katanya.
Sayid juga menambahkan bahwa pemerintah kini mewajibkan perusahaan memiliki unit khusus yang menangani masalah lingkungan.
Perusahaan Menerima Tantangan
Yayan Sofyan, HSE Manager PT Bio Farma, mengakui bahwa aturan baru ini memberikan pekerjaan tambahan bagi perusahaan. Salah satu tantangan terberat adalah kewajiban mengurangi residu sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Maksimal hanya 40% yang boleh dibuang, sisanya harus dimanfaatkan. Ini berat kalau tidak ada komitmen dari seluruh jajaran, mulai dari manajemen sampai pelaksana,” ujar Yayan.
Menurut Yayan, pengelolaan limbah B3 juga menjadi jauh lebih ketat karena mencakup seluruh rantai, dari hulu hingga hilir. Jika dulu hanya transporter yang diperiksa izinnya, kini bahan kimia sejak dari hulu sudah dicek.
Meskipun lebih menantang, Yayan menilai aturan ini membawa dampak positif bagi perusahaan. Dengan sistem pengelolaan yang tertata, perusahaan dapat menjadi lebih efisien dan sekaligus memastikan keberlanjutan.
“Dampak positifnya adalah semuanya bisa tertata dengan rapi, dengan baik. Kemudian kita juga mendapatkan keuntungan-keuntungan seperti efisiensi,” pungkasnya.
Oleh Redaksi
Sumber Berita dikutip dari halaman hukumonline.com.