Dr. Fikri Riza Soroti ‘Undue Delay’ dalam Kasus Pinto Jayanegara: Melebihi Batas Kewajaran!

Zonabrita.com – Komitmen aparat penegak hukum dalam menuntaskan dugaan skandal korupsi di lingkungan DPRD Provinsi Jambi kini berada di bawah sorotan tajam. Dr. Fikri Riza, S.H., M.H., C., Med selaku kuasa hukum Syifa mantan staf yang menjadi korban dugaan penggelapan gaji dan pencatutan nama secara terbuka mempertanyakan progres penyidikan yang seolah berjalan di tempat.

Kasus yang menyeret nama mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Pinto Jayanegara ini, telah resmi naik ke tahap penyidikan sejak Februari 2025. Namun, hingga memasuki penghujung tahun, penyidik belum juga menetapkan tersangka utama. Keterlambatan ini dinilai tidak hanya merugikan korban secara materil, tetapi juga mencederai rasa keadilan publik.

Duduk perkara ini bermula ketika Syifa melaporkan adanya kejanggalan pada hak-haknya sebagai staf. Selain dugaan penggelapan gaji yang tidak dibayarkan secara penuh, Syifa menemukan fakta bahwa namanya digunakan dalam sejumlah dokumen Surat Perintah Jalan (SPJ) untuk perjalanan dinas yang tidak pernah ia lakukan.

“Klien kami berada dalam posisi yang sangat dirugikan. Secara personal, hak ekonominya dirampas. Secara hukum, namanya dicemarkan karena dicatat melakukan perjalanan fiktif menggunakan uang negara. Ini adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang nyata,” ungkap Dr. Fikri Riza dengan nada tegas.

​Dr. Fikri Riza menyoroti rentang waktu yang sangat lebar sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada Februari lalu. Menurutnya, jeda waktu hampir sepuluh bulan tanpa adanya penetapan tersangka merupakan tanda tanya besar bagi profesionalisme penegakan hukum.

“Kita harus bicara jujur pada publik. Penetapan status penyidikan itu sudah berjalan sejak Februari 2025. Sekarang sudah berapa bulan jaraknya? Dalam kasus korupsi yang bukti dokumennya seperti SPJ itu bersifat statis, seharusnya tidak butuh waktu selama ini untuk menetapkan siapa yang bertanggung jawab,” tuturnya, Saat di komfirmasi melalui Via seluler, Rabu (24/12/2025).

Dalam pandangan hukumnya, Dr. Fikri Riza memaparkan bahwa penyidik seharusnya mengacu pada asas Fastum Iudicium atau peradilan cepat. Ia menjelaskan bahwa meski KUHAP tidak mematok angka hari secara kaku, namun standar operasional prosedur (SOP) dalam penyidikan memiliki batasan yang wajar.

“Berdasarkan klasifikasi tingkat kesulitan perkara, bahkan untuk kategori ‘Sangat Sulit’ sekalipun, durasi 120 hari biasanya menjadi patokan evaluasi. Jika sudah lewat dari 300 hari tanpa ada tersangka, ini sudah melampaui batas kewajaran hukum. Penundaan yang berlarut-larut (undue delay) tanpa alasan yang transparan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi korban untuk mendapatkan kepastian hukum,” jelas Fikri.

Ia menambahkan bahwa jika penyidik sudah menaikkan status ke penyidikan, artinya dua alat bukti yang sah seharusnya sudah dikantongi. “Lantas, hambatan apa lagi yang membuat proses ini membeku? Jangan sampai publik berasumsi ada intervensi yang menghambat proses ini,” tambahnya.

Dilanjutnya, Fikri Riza menunjuk hidung Inspektur Pembantu Khusus (Irbansus) Inspektorat Provinsi Jambi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas lambannya proses ini. Menurutnya, Irbansus terkesan tidak serius dalam melakukan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN).

​”Kami menduga hambatan utama saat ini ada di tangan Irbansus Inspektorat Jambi. Mereka tampak tidak serius melakukan perhitungan kerugian negara dalam kasus ini. Akibatnya, penyidik tidak bisa melangkah ke tahap penetapan tersangka karena masih menunggu angka pasti kerugian negara dari sana,” tegas Dr. Fikri Riza.

Ia menilai, ketidaksiriusan lembaga pengawas internal tersebut telah menghambat kerja kepolisian dan memperlarut penderitaan kliennya, Syifa, yang menjadi korban penggelapan gaji sekaligus pencatutan nama.

Mengakhiri keterangannya, Dr. Fikri Riza mendesak agar institusi penegak hukum segera merilis perkembangan terbaru kasus ini. Ia menegaskan akan terus mengawal perkara ini hingga kliennya mendapatkan haknya kembali dan oknum yang bermain dengan anggaran negara mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hakim.

“Kami tidak akan membiarkan kasus ini menguap atau sengaja ‘dipeti-eskan’. Keadilan bagi Syifa adalah harga mati. Kami menunggu keberanian penyidik untuk menuntaskan perkara ini sebelum kalender berganti ke tahun depan,” pungkasnya. (Id)

Bacaan Lainnya