Warga Gaza Mengungsi, Israel Gempur Gedung-Gedung Tinggi di Tengah Krisis Kelaparan

Perintah evakuasi ini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai kelompok bantuan. (Poto: apnews.com)

Zonabrita.com – Militer Israel memerintahkan evakuasi paksa terhadap warga Palestina di Kota Gaza pada Sabtu (6/9/2025). Seruan ini dikeluarkan seiring meningkatnya serangan udara yang menargetkan gedung-gedung tinggi menjelang invasi darat untuk merebut kota berpenduduk hampir 1 juta jiwa tersebut.

Perintah evakuasi ini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai kelompok bantuan. Mereka memperingatkan bahwa pemindahan paksa skala besar akan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah di Kota Gaza, sebuah wilayah yang baru-baru ini secara resmi dinyatakan mengalami kelaparan akibat pembatasan bantuan pangan oleh Israel.

Mayoritas warga Palestina telah berulang kali mengungsi akibat perang yang telah berlangsung hampir dua tahun dan kini tidak lagi memiliki tempat berlindung. Di sisi lain, militer Israel sebelumnya juga telah mengebom kamp tenda yang ditetapkan sebagai zona kemanusiaan.

“Tidak ada tenda yang aman, tidak ada rumah yang aman, tidak ada tempat yang aman, tidak ada rasa aman sama sekali,” ujar Nadia Marouf, yang melarikan diri dari serangan Israel di utara bersama anak-anaknya. Ia kemudian mengungsi di Kota Gaza, namun tendanya hancur pada Sabtu akibat serangan udara Israel yang meluluhlantakkan sebuah bangunan 15 lantai dan kamp sekitarnya. “Ke mana saya harus pergi? Kami pergi ke selatan, tidak ada ruang di sana, ke mana kami bisa pergi?” tambahnya.

Israel Tunjuk ‘Zona Kemanusiaan’ Baru, Hamas Tolak Evakuasi

Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, mendesak warga Palestina melarikan diri ke Gaza selatan. Ia mengumumkan melalui media sosial bahwa tentara telah memperbarui batas-batas zona kemanusiaan untuk mencakup kamp Muwasi yang padat serta sebagian kota Khan Younis.

Namun, kelompok-kelompok bantuan mengungkapkan kekhawatiran tentang kondisi yang tidak memadai di Muwasi, seperti tempat tinggal, sanitasi, air, dan makanan. Selain itu, Khan Younis juga telah hancur akibat pemboman Israel selama berbulan-bulan.

Sebagai tanggapan, militer Israel berjanji akan menyediakan rumah sakit lapangan, jaringan pipa air, dan pasokan makanan di zona kemanusiaan tersebut.

."width="300px"

Meskipun demikian, Hamas menentang perintah evakuasi terbaru ini dan mendesak warga Palestina untuk tetap bertahan. Banyak warga Palestina, yang merasa lelah dan putus asa, menolak untuk mengungsi lagi.

“Saya tidak bisa berjalan, saya kesakitan, dan saya tidak tahu harus berbuat apa atau ke mana harus pergi,” kata Ala Alfarani, yang tendanya hancur tertimpa puing-puing dalam serangan Israel terhadap sebuah gedung tinggi di selatan Kota Gaza.

Israel Gempur Menara Hunian, Warga Berhamburan

Pada hari Sabtu, Israel mengeluarkan peringatan evakuasi untuk dua gedung tinggi di Kota Gaza. Juru bicara militer Israel menuduh Hamas beroperasi di dalam atau di dekat gedung-gedung tersebut. Tak lama kemudian, militer mengklaim telah menyerang salah satu menara. Namun, Hamas membantah tuduhan tersebut, menegaskan bahwa gedung-gedung itu merupakan menara hunian.

Warga Sousi Tower, sebuah gedung 15 lantai, mengatakan kepada The Associated Press bahwa militer Israel hanya memberi mereka waktu sekitar 20 menit untuk menyelamatkan barang-barang sebelum pesawat tempur menghancurkan gedung itu.

“Kami sedang duduk di rumah dan orang-orang mulai berteriak,” kenang Aida Abu Kas, seorang warga. “Ada yang bilang itu bohong, ada yang bilang itu nyata. Kami keluar dan tidak tahu harus berbuat apa.” Belum diketahui apakah ada korban jiwa atau luka-luka dalam serangan tersebut.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengunggah video Menara Sousi yang runtuh dalam kepulan asap tebal dengan tulisan: “Kita lanjutkan.” Ini merupakan menara kedua di Kota Gaza yang dihancurkan dalam beberapa hari. Sebelumnya, pada hari Jumat, Israel menyerang Menara Mushtaha, sebuah bangunan penting di wilayah itu yang menjadi tempat tinggal puluhan keluarga.

Lebih Banyak Warga Palestina Tewas Saat Mengantre Bantuan

Pejabat medis di Rumah Sakit Shifa Kota Gaza melaporkan telah menerima jenazah 11 warga Palestina yang ditembak mati oleh tentara Israel pada Sabtu, ketika mereka berkumpul untuk mendapatkan makanan di perlintasan Zikim.

Militer Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai insiden tersebut. Namun, mereka sebelumnya mengakui bahwa pasukan mereka melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan besar di lokasi distribusi makanan atau sebagai tembakan peringatan.

Peristiwa mematikan semacam itu sering terjadi di perlintasan Zikim. Di sana, warga Palestina yang putus asa bergegas menuju truk bantuan kemanusiaan PBB. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa lebih dari 2.000 warga Palestina telah terbunuh di lokasi distribusi dalam beberapa bulan terakhir, banyak di antaranya akibat tembakan Israel.

Ribuan Warga Israel Desak Pembebasan Sandera

Di tengah meningkatnya ketegangan, ribuan warga Israel berunjuk rasa di Yerusalem dan Tel Aviv pada Sabtu malam. Mereka menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan 48 sandera yang masih ditawan di Gaza.

Para pengunjuk rasa mengungkapkan kemarahan mereka atas serangan militer yang kembali terjadi di Kota Gaza. Mereka khawatir eskalasi ini akan membahayakan nyawa orang-orang yang mereka cintai. “Bukan begitu cara memulangkan pria dan wanita yang diculik,” kata Gil Dickmann, yang sepupunya terbunuh dalam penyanderaan tahun lalu. “Begitulah cara membunuh pria dan wanita yang diculik.”

Di Yerusalem, massa meneriakkan “pengkhianat, pengkhianat!” di luar kediaman Netanyahu. Di Tel Aviv, demonstran memadati Hostages Square dan membentangkan spanduk besar yang menyerukan kepada Presiden AS Donald Trump untuk “selamatkan para sandera sekarang!”

Perang meletus pada 7 Oktober 2023, ketika militan yang dipimpin Hamas menyerbu Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 lainnya. Serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 64.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Sumber: apnews.com