Ustaz Khalid Basalamah Diperiksa KPK Selama 8 Jambi, Mengaku Korban Kasus Korupsi Kuota Haji
Zonabrita.com – Direktur sekaligus pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour), Khalid Zeed Abdullah Basalamah atau yang dikenal sebagai Ustaz Khalid Basalamah, menjalani pemeriksaan selama delapan jam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (9/9/2025). Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024.
Setelah pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 11.04 WIB hingga 18.48 WIB, Khalid Basalamah menegaskan bahwa dirinya adalah korban dalam kasus ini. Ia mengaku menjadi korban penipuan oleh agen travel haji yang menggunakan kuota haji khusus dari Kementerian Agama (Kemenag).
Khalid menjelaskan bahwa ia bersama sekitar 122 calon jemaah Uhud Tour awalnya terdaftar sebagai jemaah haji furoda. Mereka telah membayar dan siap berangkat. Namun, di tengah persiapan, ia ditawari visa haji khusus oleh pemilik PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud.
“Posisi kami tadinya sama jemaah furoda. Kami sudah bayar dan siap berangkat, tapi ada seseorang bernama Ibnu Mas’ud, pemilik PT Muhibbah dari Pekanbaru, yang menawarkan visa haji khusus ini,” kata Khalid. “Karena bahasanya adalah ini kuota tambahan resmi 20 ribu dari Kemenag, ya kami terima dan saya pun terdaftar sebagai jemaah di travelnya,” tambahnya.
Atas dasar penawaran tersebut, Khalid bersama para jemaah Uhud Tour beralih mendaftar melalui PT Muhibbah. Ia mengklaim bahwa Uhud Tour belum memiliki kuota PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) sehingga ia bersama jemaahnya terdaftar sebagai jemaah PT Muhibbah.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, sebelumnya menyatakan bahwa Khalid dipanggil dalam kapasitasnya sebagai pemilik travel. Ia menyebut keterangan Khalid sangat dibutuhkan untuk mengusut tuntas kasus ini.
Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 telah naik ke tahap penyidikan, tetapi KPK belum menetapkan tersangka. Meski demikian, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Stafsus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz, dan Direktur Utama Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Mereka dicegah karena keberadaannya di Indonesia dinilai penting untuk proses penyidikan.(red)