Petisi dan Gelombang Dukungan Mengalir, Warga Tolak Pemecatan Kompol Cosmas
Zonabrita.com – Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Komisaris Polisi (Kompol) Cosmas Kaju Gae memicu gelombang protes besar dari masyarakat. Lebih dari 149 ribu orang telah menandatangani petisi daring yang menuntut pembatalan pemecatan perwira Brimob tersebut, menunjukkan simpati luas terhadap sosok yang dianggap sebagai korban insiden saat bertugas.
Hingga Jumat (5/9/2025) dari pantauan Zonabrita.com dilaman change.org pada pukul 04.47 Wib sebanyak 149.300 orang telah menandatangani petisi tersebut dan telah terverifikasi.
Petisi ini ditujukan kepada Kapolri, Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri, serta pimpinan DPR RI. Penggagas petisi, yang juga berasal dari kampung halaman Kompol Cosmas di Ngada, Nusa Tenggara Timur, menilai sanksi pemecatan itu terlalu berat.
“Kami menolak keputusan PTDH terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae,” tulis Mercy mewakili suara keluarga besar, masyarakat Ngada, serta para pendukung yang peduli pada keadilan.
Kami tidak menutup mata bahwa ada peristiwa yang kini menjadi sorotan publik. Namun, kami meyakini bahwa hukuman pemecatan adalah sanksi yang terlalu berat dan tidak sebanding dengan seluruh pengabdian yang telah beliau berikan. Masih ada bentuk sanksi lain yang lebih manusiawi, lebih proporsional, tanpa harus meruntuhkan karier dan nama baik seorang putra daerah yang sudah puluhan tahun mengabdi
Kompol Cosmas adalah putra Laja-Ngada, seorang yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk bangsa dan negara melalui pengabdian di kepolisian. Dengan keberanian dan tanggung jawab, beliau bahkan berada di garis terdepan saat demonstrasi besar di Jakarta, berhasil menyelamatkan banyak nyawa, termasuk para pejabat negara. Di mata kami, beliau adalah seorang pahlawan yang telah membawa kebanggaan bagi daerah dan keluarga besar.
Kami tidak menampik adanya peristiwa yang kini menjadi perhatian publik. Namun, kami memohon agar hukuman pemecatan tidak dijatuhkan, karena sanksi tersebut dirasa terlalu berat dan tidak sebanding dengan pengabdian yang telah beliau berikan selama puluhan tahun. Kami meyakini, masih banyak bentuk sanksi lain yang lebih manusiawi dan proporsional, tanpa harus menghancurkan karier dan nama baik seorang putra daerah yang telah mengabdi dengan tulus.
Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, kami memohon kepada Kapolri dan KKEP untuk:
Meninjau kembali keputusan pemecatan Kompol Kosmas Kaju Gae.
Memberikan sanksi yang lebih adil dan seimbang, yang tetap memberi ruang untuk rehabilitasi nama baik beliau.
Mendengar suara hati masyarakat kecil dari Laja, Ngada, Flores, yang merasa sangat kehilangan, ungkapnya.
Terpisah, Publik beranggapan bahwa pemecatan Kompol Cosmas adalah tindakan yang mencederai keadilan, mengingat rekam jejaknya yang panjang dan penuh pengabdian. Pria yang akrab dengan panasnya medan tugas ini bukan sosok asing di Korps Bhayangkara. Ia pernah menjadi bagian dari pasukan elite Brimob dan Densus 88/Antiteror.
Darah Kompol Cosmas pernah tumpah demi merah putih. Ia mengalami luka tembak di bahu kirinya saat menjalankan operasi di Poso, wilayah yang dikenal rawan terorisme. Selain itu, ia juga terlibat dalam berbagai operasi di wilayah konflik lain seperti Ambon, bahkan pernah ditugaskan menumpas Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).
Pengabdiannya juga menjangkau ranah internasional. Kompol Cosmas dipercaya menjadi bagian dari Pasukan Perdamaian PBB, mewakili Indonesia di Timur Tengah. Berkat pengalaman dan kompetensinya, ia juga sempat memegang jabatan penting, termasuk Komandan Batalyon C Resimen IV Pasukan Pelopor Korps Brimob.
Tragedi yang Mengubah Segalanya
Namun, rekam jejak cemerlang itu seolah terlupakan ketika sebuah insiden tragis terjadi. Saat sedang mengamankan unjuk rasa, kendaraan taktis yang ia naiki terlibat kecelakaan yang menewaskan seorang pengemudi ojek daring bernama Affan Kurniawan.
Meskipun banyak pihak menilai insiden itu sebagai kecelakaan murni, Kompol Cosmas tetap menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Dalam persidangan, ia menyampaikan permintaan maaf yang tulus kepada keluarga korban dan institusi, sembari menegaskan bahwa kecelakaan itu terjadi saat ia menjalankan perintah atasan. “Saya hanya menjalankan tugas,” ujarnya lirih.
Walau pembelaan telah disampaikan, putusan akhir tetap dijatuhkan. KKEP memutuskan untuk memberhentikan Kompol Cosmas secara tidak hormat, mengakhiri puluhan tahun karier yang telah ia korbankan.
Memicu Perdebatan Keadilan dan Sisi Kemanusiaan
Keputusan pemecatan ini memicu gelombang dukungan yang tak terbendung di media sosial. Warganet mempertanyakan apakah sebuah dedikasi panjang bisa terhapus oleh satu tragedi yang tidak disengaja. Komentar seperti “Dia hanya menjalankan tugas, mengapa harus dihukum seberat itu?” membanjiri lini masa.
Kasus Kompol Cosmas telah melampaui sekadar insiden hukum. Kisahnya menjadi cerminan bahwa publik tidak lagi melihat hukum secara hitam-putih. Mereka juga mempertimbangkan sisi kemanusiaan, empati, dan pengorbanan yang telah diberikan. Gelombang dukungan publik ini menjadi bukti bahwa masyarakat memahami kompleksitas situasi di lapangan, di mana batas antara menjalankan tugas dan menjadi korban dari insiden tak terduga sangatlah tipis.(red)