OJK Amankan Masa Depan Bank Syariah: Perkuat Fondasi Permodalan dan Likuiditas Melalui Standar Internasional
Zonabrita.com – Industri perbankan syariah nasional kini memasuki babak baru penguatan struktural. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara strategis telah menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) terbaru, sebuah langkah krusial yang ditujukan untuk memagari dan memperkuat ketahanan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di tengah dinamika pasar keuangan global. Kebijakan ini merupakan upaya tegas OJK untuk menyelaraskan sektor keuangan syariah domestik dengan praktik terbaik internasional, yaitu standar Basel III dan pedoman Islamic Financial Services Board (IFSB).
Langkah pertama, melalui POJK Nomor 20 Tahun 2025, OJK mengikat pengelolaan likuiditas jangka pendek dan pendanaan jangka panjang. Aturan ini mewajibkan BUS dan UUS untuk senantiasa memelihara dua benteng likuiditas: Rasio Kecukupan Likuiditas (LCR) dan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (NSFR), dengan batas minimal yang harus dicapai adalah 100% secara bertahap.
Mandat ini bukan sekadar angka, melainkan sebuah jaminan bahwa BUS dan UUS memiliki cadangan likuiditas yang memadai dan struktur pendanaan yang stabil, sehingga mereka dapat melaju di tengah gejolak volatilitas pasar tanpa mengganggu fungsi intermediasi utama mereka.
Secara simultan, penguatan struktur permodalan ditegaskan melalui POJK Nomor 21 Tahun 2025, yang memperkenalkan kewajiban pemenuhan Rasio Pengungkit (Leverage Ratio) bagi BUS. Rasio ini hadir sebagai indikator tambahan yang lugas dan tidak berbasis risiko, berfungsi sebagai rem pengaman (basic awareness) yang memastikan pertumbuhan bisnis BUS tetap proporsional dan tidak melampaui kapasitas permodalan intinya. Dengan ambang batas minimum yang ditetapkan sebesar 3 persen setiap waktu, OJK tengah membangun fondasi permodalan yang tebal dan kuat.
Kedua POJK ini menjadi pilar implementasi Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027, yang secara eksplisit menargetkan terciptanya sistem perbankan syariah yang sehat, efisien, dan berdaya saing global. POJK ini mulai berlaku efektif bagi BUS sejak 17 September 2025, namun OJK memahami perlunya transisi.
Oleh karena itu, penerapan penuh akan diakomodasi secara bertahap hingga tahun 2028, sejalan dengan proses harmonisasi sistem pelaporan keuangan syariah.
Kewajiban pelaporan rasio ini akan dimulai pada posisi akhir triwulan pertama 2026, diikuti dengan kewajiban publikasi per September 2026. OJK juga menegaskan bahwa ketidakmampuan BUS dalam memenuhi threshold akan direspon dengan kewajiban penyusunan Rencana Tindak, dan sanksi administratif, termasuk denda, siap diterapkan untuk menjamin disiplin dan kepatuhan industri.
Berita ini diturunkan melalui Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, M. Ismail Riyadi, Jumat (31/10/2025).

 
											 
				 
				











 
								            											
																					 
								            										 
								            										 
								            										