Pasukan Israel Terus Merangsek ke Gaza, jumlah korban tewas mencapai 65.000

Lebih dari separuh korban tewas dalam serangan (Foto Apnews)

Zonabrita.com – Pasukan dan tank Israel terus merangsek masuk ke Kota Gaza pada Rabu, di tengah gelombang pengungsian besar-besaran dari wilayah yang hancur akibat serangan gencar. Serangan udara Israel memutus layanan telepon dan internet, mempersulit warga Palestina untuk meminta bantuan medis selama serangan militer terbaru ini.

​Militer Israel menyatakan, unit angkatan udara dan artileri telah menyerang kota lebih dari 150 kali dalam beberapa hari terakhir, sebelum pasukan darat bergerak masuk. Serangan ini merobohkan menara-menara tinggi di daerah padat penduduk. Israel mengklaim menara-menara tersebut digunakan oleh Hamas untuk mengawasi pasukan mereka.

​Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikelola oleh Hamas, melaporkan bahwa jumlah korban tewas warga Palestina dalam perang Israel-Hamas telah melampaui 65.000 jiwa. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang, tercatat 65.062 warga Palestina tewas dan 165.697 lainnya terluka, seperti dikutip dilaman apnews.com.

​Laporan dari pejabat rumah sakit menyebutkan, serangan semalam menewaskan sedikitnya 16 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Korban tewas terbaru ini menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan di Gaza. Kementerian Kesehatan tidak merinci jumlah korban tewas sipil atau militan, namun angka-angka ini dianggap sebagai perkiraan yang dapat diandalkan oleh PBB dan banyak pakar independen.

​Lebih dari separuh korban tewas dalam serangan semalam berada di Kota Gaza, termasuk seorang anak dan ibunya yang meninggal di kamp pengungsi Shati. Di Gaza tengah, Rumah Sakit Al-Awda mengatakan serangan Israel menghantam sebuah rumah di kamp pengungsi Nuseirat, menewaskan tiga orang, termasuk seorang ibu hamil.

​Militer Israel menegaskan, pihaknya telah mengambil langkah untuk mengurangi korban sipil dan akan terus beroperasi melawan “organisasi teroris” di Gaza. Perang di Gaza dipicu oleh serangan militan yang dipimpin Hamas ke Israel selatan pada tahun 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 lainnya.

​Pengeboman Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, menyebabkan sekitar 90% penduduk mengungsi dan memicu krisis kemanusiaan yang dahsyat. Para ahli mengatakan Kota Gaza sedang mengalami kelaparan. Warga Palestina berhamburan keluar kota sebagian dengan mobil, sebagian lagi berjalan kaki. Untuk menampung gelombang pengungsi, Israel membuka koridor lain di selatan Kota Gaza selama dua hari mulai Rabu (17/9/2025)

​Otoritas Regulasi Telekomunikasi Palestina melaporkan bahwa serangan Israel terhadap jalur jaringan utama di Gaza utara telah memutus layanan internet dan telepon pada Rabu pagi. Putusnya layanan ini menghalangi warga Palestina untuk meminta bantuan, mengoordinasikan evakuasi, atau membagikan rincian serangan. Militer Israel menyatakan sedang meninjau insiden ini dan tidak secara sengaja menargetkan jaringan komunikasi publik.

."width="300px"

​Pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, muncul di depan publik pada Rabu setelah serangan Israel terhadap kelompok tersebut di Qatar. Dalam wawancara dengan saluran Al-Jazeera, ia menuduh Amerika Serikat sebagai mediator yang buruk karena memihak Israel.

​Qatar, melalui Kementerian Luar Negerinya, merilis pernyataan yang mengutuk “sekeras-kerasnya” serangan darat Israel di Gaza. Mereka menyebut operasi tersebut sebagai “perpanjangan perang genosida” terhadap Palestina.

​Sementara itu, koalisi kelompok bantuan terkemuka mendesak masyarakat internasional untuk mengambil langkah tegas menghentikan serangan Israel. Pernyataan itu dikeluarkan sehari setelah komisi ahli PBB menemukan bahwa Israel melakukan genosida di wilayah Palestina. Israel membantah tuduhan tersebut.

​”Apa yang kita saksikan di Gaza bukan hanya bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi, tetapi apa yang kini disimpulkan oleh Komisi Penyelidikan PBB sebagai genosida,” demikian bunyi pernyataan dari lebih dari 20 organisasi bantuan, termasuk Dewan Pengungsi Norwegia dan Save the Children.

“Negara-negara harus menggunakan setiap instrumen politik, ekonomi, dan hukum yang tersedia untuk melakukan intervensi. Retorika dan tindakan setengah-setengah saja tidak cukup. Momen ini menuntut tindakan tegas.”

Sumber: apnews.com