Debat Sengit Aktivis Muda dan Senior Jambi: Bonus Demografi Sekadar Komoditas atau Kekuatan Politik?

Anatara Tengku Gilang Pramanda vs Nazli (Foto Zonabrita)

Zonabrota.com – Sebuah perdebatan sengit antara aktivis muda dan senior di Jambi mengemuka di ruang publik digital, menyoroti jurang pemisah pandangan antargenerasi mengenai peran kaum muda dalam lanskap politik dan pembangunan daerah. Diskusi yang terjadi di grup WhatsApp “Central Info” pada Selasa (16/9/2025) ini memicu diskursus tajam mengenai masa depan kepemimpinan di Provinsi Jambi.

Perdebatan diawali oleh catatan kritis dari aktivis muda, Tengku Gilang Pramanda. Ia menyoroti fakta demografis bahwa dari total populasi Provinsi Jambi yang mencapai sekitar 3.795.579 jiwa pada tahun 2024, hampir separuhnya adalah generasi muda.

“Data tahun 2021 menunjukkan Generasi Z mencapai 1.020.000 jiwa (29,17%) dan Generasi Milenial 950.000 jiwa (21,80%). Ini artinya populasi pemuda jauh lebih banyak, yang sering kita sebut sebagai bonus demografi atau generasi emas,” tulis Gilang.

Menurutnya, banyak dari pemuda Jambi yang merupakan sarjana dan aktivis kompeten seharusnya mampu mengisi ruang-ruang strategis di pemerintahan, legislatif, maupun sektor swasta. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain.

“Generasi emas ini seakan terhalang untuk mengakses posisi-posisi strategis. Ruang itu hampir tidak ada, kecuali bagi mereka yang memiliki modal dari orang tua atau berasal dari dinasti politik, yang belum tentu memiliki kompetensi mumpuni,” tegasnya.

Gilang secara spesifik mengkritik kepemimpinan Gubernur Jambi, Al Haris, yang dinilainya lebih fokus pada pembangunan infrastruktur yang tidak mendukung pengembangan kapasitas kaum muda. Ia menuduh kebijakan pemerintah provinsi saat ini lebih berpihak pada elite pengusaha, kontraktor besar, dan pemain tambang, sementara generasi muda hanya dijadikan komoditas politik tahunan.

“Gubernur seolah tidak mampu menjadi jembatan bagi kaum muda untuk mengakses pekerjaan di ratusan perusahaan besar yang berinvestasi di Jambi. Ketergantungan Gubernur pada elite pemilik modal telah memotong mata rantai regenerasi kepemimpinan,” lanjut Gilang dalam catatannya.

Ia pun menyerukan agar mahasiswa dan aktivis muda berkolaborasi untuk memastikan suara mereka didengar dan mengambil peran penting dalam menentukan arah kebijakan politik di Provinsi Jambi.

."width="300px"

“Kaum muda harus menjadi subjek, bukan objek. Kita harus mengambil alih keputusan-keputusan politik karena kita adalah generasi yang akan memimpin masa depan negeri ini,” serunya.

Respons Senior: Jangan Hanya Berteriak, Tunjukkan Kapasitas!

Catatan Gilang tersebut mendapat tanggapan langsung dari aktivis senior Jambi, Nazli. Ia sepakat bahwa kegelisahan yang disuarakan Gilang adalah nyata, namun mempertanyakan arah dan strategi dari seruan “ambil alih” tersebut.

“Kegelisahan tanpa arah hanya akan berputar menjadi retorika. Anda menyerukan pemuda mengambil alih keputusan politik. Pertanyaan tajamnya: dengan apa, dan dengan siapa?” balas Nazli.

Nazli mengkritik bahwa seruan tersebut akan menjadi kosong jika mayoritas pemuda masih terjebak dalam pragmatisme, seperti menjadi pendengung partai politik, menunggu proyek dari kontraktor, atau berebut menjadi “anak emas” dari elite lama. Menurutnya, kaum muda perlu melakukan introspeksi sebelum menyalahkan pihak lain.

“Anda menyalahkan Gubernur dan elite modal, tapi lupa bercermin. Di mana konsolidasi konkret pemuda yang Anda maksud? Mana wadah yang bisa melahirkan kader muda yang siap memimpin, bukan hanya siap mengeluh?” tanyanya tajam.

Nazli berpendapat bahwa elite tua masih nyaman berkuasa bukan karena mereka lebih hebat, tetapi karena generasi muda belum serius dan terorganisir dalam mengambil peran. Ia pun menawarkan tiga langkah konkret sebagai solusi:

  • Bangun organisasi pemuda yang mandiri secara finansial dari modal para elite.
  • Hadirkan gagasan yang lebih matang ketimbang sekadar menyalahkan keadaan.
  • Buktikan kapasitas melalui karya nyata, bukan hanya mengandalkan jargon “bonus demografi”.

“Tanpa itu semua, seruan Anda hanya menjadi ‘lip service terbalik’. Anda mengutuk Gubernur yang lip service, tapi Anda sendiri jatuh pada pola yang sama sekadar kata-kata,” pungkas Nazli.

Ia menutup tanggapannya dengan sebuah pengingat keras: “Pemuda memang mayoritas, tapi mayoritas tanpa arah hanyalah kerumunan. Yang dibutuhkan Jambi bukan teriakan ‘ambil alih!’, melainkan kepemimpinan muda yang punya gagasan, integritas, dan kemandirian.” (Red)