Militer Nepal Ambil Alih Kathmandu Setelah Rusuh Besar-besaran

Personel militer Nepal membersihkan warga sipil (Foto AP/Niranjan Shrestha)

Zonabrita.com – Tentara Nepal menguasai jalan-jalan ibu kota pada Rabu, 10 September 2025, memberlakukan jam malam dan memerintahkan warga untuk tetap di rumah. Langkah ini diambil setelah puluhan ribu pengunjuk rasa menyerbu dan membakar gedung-gedung pemerintah serta menyerang politisi dalam gelombang kerusuhan yang mengguncang negara itu selama beberapa hari terakhir.

Militer yang jarang dimobilisasi akhirnya turun tangan setelah polisi gagal mengendalikan situasi. Pasukan bersenjata mulai memeriksa kendaraan dan individu, memberikan sedikit rasa aman di kota yang sebelumnya dilanda kekerasan. Pihak militer juga mengumumkan penangkapan 27 tersangka penjarah.

Kronologi Kerusuhan

Gelombang protes dimulai pada Senin, 8 September 2025, ketika ribuan pemuda marah atas pemblokiran platform media sosial seperti Facebook, X, dan YouTube. Polisi menembaki kerumunan, menewaskan 19 orang. Meskipun larangan media sosial dicabut pada hari Selasa, 9 September 2025, protes justru membesar, dipicu oleh kemarahan atas korban tewas dan tuduhan korupsi politik.

Pada Selasa, kerusuhan memuncak. Para demonstran membakar gedung-gedung pemerintah dan rumah-rumah politisi, menyerang beberapa pemimpin, dan memblokir jalan. Helikopter militer bahkan mengevakuasi beberapa menteri ke tempat yang aman. Di saat yang sama, ratusan narapidana kabur dari penjara di Kathmandu dan kota-kota lain setelah polisi meninggalkan pos mereka.

Meskipun Perdana Menteri Khadga Prasad Oli mengundurkan diri, protes tidak mereda. Presiden Ram Chandra Poudel, yang menerima pengunduran diri Oli, mendesak para pengunjuk rasa untuk menghentikan eskalasi dan mencari penyelesaian damai.

Kemarahan Meluas, Berakar pada Isu Nepotisme dan Pengangguran

Awalnya dipicu oleh pemblokiran media sosial, protes ini segera mencerminkan ketidakpuasan yang lebih dalam. Banyak anak muda Nepal, yang sering dijuluki sebagai “Gen Z,” marah terhadap elit politik. Mereka menuduh “anak-anak nepo” (anak-anak pemimpin politik) menikmati gaya hidup mewah dan keuntungan, sementara mereka sendiri berjuang mencari pekerjaan.

."width="300px"

Menurut Bank Dunia, tingkat pengangguran kaum muda mencapai sekitar 20% tahun lalu, memaksa lebih dari 2.000 anak muda meninggalkan negara itu setiap hari untuk mencari pekerjaan di luar negeri.

Sejumlah pemimpin politik menjadi sasaran serangan. Video di media sosial memperlihatkan pemimpin Partai Kongres Nepal, Sher Bahadur Deuba, dan istrinya, Arzu Rana Deuba, dipukuli. Asap masih membubung dari gedung-gedung vital seperti parlemen, sekretariat pusat, dan rumah dinas perdana menteri. Gedung media terbesar di Nepal, Kantipur, juga dibakar dan dirusak.

Selain 19 korban tewas, puluhan lainnya terluka. Oli telah memerintahkan penyelidikan atas penembakan dan menjanjikan kompensasi bagi keluarga korban.

Latar Belakang: Kontrol Media Sosial

Kekerasan ini terjadi saat pemerintah Nepal berupaya mengesahkan RUU yang bertujuan mengatur media sosial, yang dikritik sebagai alat sensor dan hukuman bagi para penentang pemerintah. RUU tersebut akan memaksa perusahaan media sosial untuk menunjuk kantor penghubung di Nepal. Meskipun TikTok, Viber, dan tiga platform lain telah mematuhi aturan ini dan tetap beroperasi, Facebook, X, dan YouTube diblokir karena menolak mendaftar.(red)

Sumber: apnews.com