800 Orang Tewas dalam Gempa Afghanistan, Evakuasi Sempat Terhambat Namun Berhasil Dibuka

Korban gempa bumi dibawa untuk dievakuasi menggunakan helikopter. (Poto: Agence France-Presse - Getty Images)

Zonabrita.com – Gempa bumi dahsyat berkekuatan 6,0 skala Richter mengguncang pegunungan di Afghanistan timur pada Minggu malam (31/8/2025), menewaskan lebih dari 800 orang dan melukai ribuan lainnya. Petugas penyelamat kini berpacu dengan waktu untuk menjangkau korban di wilayah terpencil yang terisolasi akibat tanah longsor.

​Para pejabat memperingatkan bahwa jumlah korban tewas diperkirakan akan terus meningkat. Gempa yang melanda sesaat sebelum tengah malam ini menimbulkan kerusakan parah di Provinsi Kunar, di mana puluhan desa yang sebagian besar terdiri dari rumah lumpur dan bata hancur total.

​Kondisi Lapangan dan Tantangan Bantuan

​Berdasarkan laporan Kate Carey dari Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan di Kabul, upaya penyelamatan sangat terhambat oleh kondisi geografis. “Daerahnya sangat curam dan sempit. Sebagian besarnya tidak dapat diakses karena tanah longsor dan hujan yang turun selama beberapa hari terakhir,” katanya.
​Homa Nader, Pejabat Palang Merah Internasional di Afghanistan, mengatakan butuh waktu empat jam bagi timnya untuk mencapai distrik Nur Gal, salah satu wilayah terdampak paling parah, padahal jaraknya hanya 56 kilometer dari kota terdekat, Jalalabad.

​Jalan yang menghubungkan Jalalabad dan Provinsi Kunar sempat terputus, namun berhasil dibuka kembali pada Senin sore (1/9/2025). Sejak itu, aliran ambulans terus bolak-balik mengangkut korban ke rumah sakit di Kunar dan Nangarhar yang dilaporkan masih berfungsi dengan baik. Namun, satu desa, Mazar Dara, terblokir total dan hanya bisa diakses dengan helikopter.

​Krisis yang Tumpang Tindih

​Gempa ini memperburuk situasi Afghanistan yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan, ekonomi, dan geopolitik. Sejak bantuan luar negeri dari AS dan negara-negara lain ditangguhkan, ratusan rumah sakit dan pusat layanan kesehatan terpaksa tutup.

​Pemerintahan Taliban juga kesulitan melepaskan Afghanistan dari status paria internasional dan menarik investasi asing. Sejauh ini, hanya beberapa negara seperti Iran, India, Jepang, dan Uni Eropa yang berkomitmen untuk memberikan bantuan. Angka ini sangat kontras dengan bantuan besar yang diterima Afghanistan pada gempa 2023.

."width="300px"

​Selain itu, laporan dari Inspektur Jenderal Khusus AS untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR) menyebutkan adanya dugaan pengalihan bantuan oleh Taliban ke kelompok afiliasi atau komunitas Pashtun, yang merupakan etnis mayoritas mereka.

​”Taliban menggunakan segala cara yang mereka miliki, termasuk kekerasan, untuk memastikan bantuan sampai ke tempat yang mereka inginkan, bukan ke tempat yang diinginkan para donor,” kata Gene Aloise, Pejabat Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Khusus.

​Ancaman Gempa yang Berulang

​Gempa ini merupakan gempa dangkal dengan kedalaman hanya lima mil dari permukaan bumi, menjadikannya lebih merusak. Getaran bahkan terasa hingga ibu kota Kabul, meskipun tidak ada kerusakan besar yang dilaporkan di sana.

​Menurut juru bicara utama Taliban, Zabiullah Mujahid, dalam konferensi pers, gempa ini menewaskan 800 orang dan melukai 2.500 orang di Provinsi Kunar. Sementara itu, 12 orang tewas dan 255 lainnya luka-luka di Provinsi Nangarhar.

​Gempa bumi adalah ancaman umum di Afghanistan dan negara-negara lain di kawasan ini karena letaknya yang berada di atau dekat patahan geologi. Pada 2022, gempa di tenggara Afghanistan juga menewaskan sedikitnya 1.300 orang.

​Di tengah situasi ini, banyak warga Afghanistan yang tinggal di Pakistan sedang dalam perjalanan kembali ke tanah air mereka, menjelang batas waktu deportasi. Salah satunya adalah Said Meer, yang tetap bertekad kembali meskipun mengetahui risiko yang menantinya.

​”Semoga Tuhan melindungi rakyat Afghanistan kita,” ujar Said Meer. “Perang, gempa bumi, kemiskinan — setiap kesulitan adalah ujian dari Tuhan.”

Sumber Berita: nytimes.com