KPAI dan Pergunu Desak Hentikan Program MBG Sementara, Keselamatan Anak Jangan Dipertaruhkan
Zonabrita.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai sorotan tajam setelah ribuan peserta didik dilaporkan mengalami keracunan makanan. Kasus ini terjadi di 14 provinsi, menyebabkan banyak anak menderita sakit perut, mual, bahkan harus dirawat di rumah sakit.
Peristiwa tragis ini mendorong Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah untuk segera menghentikan sementara dan melakukan evaluasi total terhadap program yang seharusnya menyehatkan tersebut.
Sorotan Pergunu: Keselamatan Anak Jangan Dipertaruhkan
Wakil Ketua Umum Pergunu, Achmad Zuhri, menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus keracunan yang terus meningkat. Berdasarkan data KPAI per 9 September 2025, sebanyak 4.755 anak mengalami keracunan. Angka ini menjadi peringatan serius bahwa kualitas dan pengawasan dalam distribusi makanan MBG harus segera ditingkatkan.
”Kami sangat prihatin, program yang belum genap satu tahun berjalan ini sudah menorehkan catatan tragis. Ini harus menjadi alarm keras bagi pemerintah,” ujar Zuhri, dikutip dilaman nu.or.id Minggu (21/9/2025).
Zuhri menegaskan, program MBG tidak hanya harus mengejar aspek gizi, tetapi juga wajib menjamin higienitas, kesehatan, dan kehalalan makanan. Ia menilai hak anak untuk mendapatkan makanan yang aman dan sehat adalah hak asasi yang tidak boleh diabaikan. ”Jangan sampai program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini justru merugikan masyarakat, khususnya peserta didik. Faktanya, banyak wali murid menolak program ini karena khawatir akan kualitas makanannya,” lanjut Zuhri.
Pergunu menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan ketat. Pengawasan tidak hanya menjadi tugas penyelenggara, tetapi juga harus melibatkan berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan. “Jangan biarkan program baik ini kehilangan makna hanya karena lemahnya kontrol kualitas dan akuntabilitas pelaksana,” tegasnya.
KPAI Minta Program Dihentikan Sementara
KPAI turut mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menilai kasus keracunan yang berulang sudah tidak bisa ditoleransi, terutama karena menimpa anak usia PAUD yang memiliki daya tahan tubuh lebih lemah.
”Anak usia PAUD punya risiko sangat besar saat mengalami keracunan massal. Mereka juga belum mampu mendeskripsikan kondisi kesehatannya dengan jelas,” ujar Jasra, Kamis (18/9) lalu.
Jasra menegaskan bahwa mengejar target penyaluran MBG yang cepat justru berpotensi membahayakan anak. Oleh karena itu, program ini perlu “mengerem sejenak” untuk memastikan kualitas, higienitas, serta penanganan darurat yang lebih terstandarisasi.
”Jangan sampai kita mengejar target tetapi mengabaikan keselamatan anak. Apalagi jika kita membayangkan anak-anak usia dini menjadi korban, itu sungguh memprihatinkan,” tambahnya.
Hasil Survei Suara Anak: Makanan Basi dan Berulat
Sebelumnya, KPAI, bersama Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI), melakukan survei “Suara Anak” di 12 provinsi yang melibatkan 1.624 responden. Survei ini menemukan persoalan serius pada kualitas makanan MBG.
- Hasil survei menunjukkan:
Sebanyak 583 anak mengaku pernah menerima makanan MBG dalam kondisi rusak, bau, atau basi. - Bahkan, 11 anak tetap mengonsumsi makanan yang rusak karena berbagai alasan.
- Anak-anak mengeluhkan adanya buah atau sayur yang berulat dan makanan berbau tidak sedap.
Dari temuan tersebut, KPAI merangkum empat catatan penting:
- Aspek higienitas dan keamanan pangan harus menjadi prioritas utama.
- Meskipun anak menyukai budaya makan bersama, kualitas makanan dan ketepatan waktu distribusi masih menjadi keluhan.
- Keamanan pangan dan penyajian bersih perlu menjadi standar mutlak untuk mencegah keracunan.
- Edukasi gizi yang berkesinambungan sangat diperlukan bagi siswa, orang tua, dan penyedia makanan.
KPAI mengingatkan, program MBG tidak boleh hanya dilihat dari sisi kuantitas dan ekonomi, tetapi harus menempatkan gizi, kebersihan, dan keselamatan anak sebagai hal yang paling utama. (Red)