HIMAPSI Kecam Keras tindakan Represif Terhadap Masyarakat Sihaporas

Ketua Umum DPP HIMAPSI, Dian Purba, S.E., menyampaikan pernyataan ini dalam siaran pers (Foto Zonabrita)

Zonabrita.com – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (HIMAPSI) mengecam keras dugaan tindak kekerasan terhadap masyarakat di Sihaporas dan mendesak Kepolisian Republik Indonesia segera bertindak. Ketua Umum DPP HIMAPSI, Dian Purba, S.E., menyampaikan pernyataan ini dalam siaran pers yang diterima media pada Minggu (28/09/2025), sekaligus menegaskan bahwa tidak ada hutan atau tanah adat yang diakui secara resmi di kawasan Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

​Dian Purba secara tegas meminta Kapolri, melalui Kapolda Sumatera Utara dan Kapolres Simalungun, agar segera menyikapi dan mengusut tuntas tindak kekerasan yang terjadi.

​”Kami meminta pimpinan Polri untuk segera menyikapi terkait tindak kekerasan tersebut,” tegas Dian Purba.

​Di tengah liputan puluhan media di sekitar Siantar, Dian Purba juga menyoroti maraknya klaim kepemilikan tanah adat oleh berbagai pihak, termasuk organisasi dan LSM.

Ia berharap semua pihak menghentikan pernyataan klaim mengenai keberadaan tanah adat di Sihaporas.

​”Tidak ada tanah adat di Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun,” ungkap Dian Purba.

​Penegasan tersebut, kata Dian, sejalan dengan pernyataan resmi yang pernah disampaikan oleh Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Kehutanan RI, Panahatan Sihombing. Panahatan Sihombing sebelumnya menegaskan bahwa hingga saat ini, tidak ada hutan atau tanah adat yang diakui secara resmi di kawasan tersebut.

​Dian Purba juga mengingatkan tentang sejarah lokal Simalungun sebagai landasan untuk memahami konteks klaim tanah adat.
​”Harus kita pahami bersama, Kabupaten Simalungun hanya memiliki Kerajaan Marpitu atau Tujuh Kerajaan Simalungun. Ketujuh keturunan raja tersebut pun tidak pernah mengklaim memiliki tanah adat di Simalungun,” papar Dian.

."width="300px"

​Ia menambahkan, akan tidak logis jika warga yang bukan bermarga Simalungun kemudian mengklaim memiliki tanah adat di wilayah tersebut.

​”Maka dari itu, kami tegaskan, mari kita sama-sama menjaga kearifan lokal di Indonesia, khususnya di Kabupaten Simalungun, demi menjaga kekondusifan dan ketertiban di antara masyarakat,” ajaknya.

​Terkait upaya hukum yang dilakukan masyarakat, Dian Purba berpesan agar masyarakat yang berjuang melawan tindakan yang melanggar hukum (diduga dilakukan oleh TPL, merujuk pada konteks lokal) tidak menggunakan landasan “tanah adat” dalam perjuangan mereka.

​”Silakan melawan segala tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh TPL, tetapi jangan pernah melandaskan ‘tanah adat’ untuk memperjuangkan keadilan saudara-saudari sekalian,” tegasnya.

​Menurutnya, penggunaan argumen tanah adat justru berpotensi membenturkan perjuangan mereka dengan masyarakat bersuku dan berbudaya Simalungun, yang pada akhirnya akan mengakibatkan perjuangan tersebut tidak mencapai hasil dan tidak sesuai harapan. (Hendra)