Ekonomi Indonesia Menuju Jurang Keadilan Sosial? Ini 7 Desakan Aliansi Ekonom
Zonabrita.com – Aliansi Ekonom Indonesia menyoroti kondisi sosial-ekonomi Indonesia yang dinilai semakin jauh dari cita-cita keadilan sosial. Menurut aliansi, penurunan kualitas hidup masyarakat terjadi secara masif dan sistemik, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor global, tetapi juga oleh kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Elan Satriawan, perwakilan Aliansi Ekonom Indonesia, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak sepenuhnya inklusif. Ia mencontohkan, periode 2010-2020 ekonomi tumbuh 5,4%, diikuti kenaikan upah riil sebesar 5,1%. Namun, setelah pandemi, periode 2022-2024, pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5%, sementara kenaikan upah riil anjlok menjadi 1,2%.
“Ketimpangan antar wilayah, khususnya di Indonesia timur seperti Maluku dan Papua, sangat tinggi dalam hal kemiskinan dan indikator sosial-ekonomi,” ungkap Elan dalam siaran langsung di YouTube.
Selain itu, kualitas lapangan kerja juga menjadi masalah serius. Dari 14 juta pekerjaan baru yang tercipta antara 2018-2024, 80% di antaranya berada di sektor informal. Pekerja di sektor ini memiliki upah rendah, minim jaminan sosial, dan tidak punya kepastian kerja. Bahkan di sektor formal, 25% pegawai pemerintah dan 31% pekerja swasta belum memiliki asuransi kesehatan atau perlindungan sosial lainnya.
Vivi Alatas, anggota Aliansi Ekonom lainnya, menambahkan bahwa pengangguran di kalangan usia 15–24 tahun terus berada di atas 15% sejak 2016, tiga kali lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 25–34 tahun. Ia menilai bahwa kebijakan publik seringkali tidak berbasis bukti dan kurang mengedepankan teknokrasi, sehingga mengakibatkan salah alokasi sumber daya.
“Lebih dari 25% anak muda Indonesia tidak produktif karena tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak mengikuti pelatihan. Ini sangat memprihatinkan, khususnya bagi perempuan,” kata Vivi.
Sorotan terhadap Anggaran Jumbo
Aliansi juga mengkritik ketidakseimbangan alokasi anggaran. Anggaran untuk sektor keamanan seperti Polri dan Kementerian Pertahanan naik hampir enam kali lipat sejak 2009 hingga 2026, sementara anggaran perlindungan sosial hanya naik dua kali lipat.
Ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky, menyoroti anggaran besar untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang direncanakan pemerintah, mencapai Rp 335 triliun untuk 2026. Badan Gizi Nasional (BGN) akan mengelola dana sebesar Rp 268 triliun untuk program tersebut.
“Program MBG itu penting. Namun, jika kelembagaan negara masih rawan korupsi, sulit menjadikannya stimulus ekonomi. Reformasi kelembagaan harus menjadi prioritas,” ujar Yanuar seperti dikutip dilaman kabarkampus.com, Kamis (11/9/2025). Ia khawatir kebijakan ini bisa menyebabkan kontraksi fiskal, mengurangi transfer dana ke daerah, dan menekan target pajak, terutama di sektor informal yang sedang terpuruk.
Menanggapi hal itu, Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa kenaikan pagu anggaran MBG menjadi Rp 268 triliun merupakan pencapaian signifikan. Dana tersebut, menurutnya, akan digunakan untuk menunjang distribusi makanan bergizi ke berbagai lapisan masyarakat sebagai bagian dari program prioritas pemerintah.
Tujuh Desakan Darurat Ekonomi
Sebagai langkah konkret, Aliansi Ekonom Indonesia mendesak pemerintah untuk mengambil tujuh langkah darurat:
1. Perbaikan APBN kurangi porsi belanja program populis Rp 1.414 triliun (37,4% APBN 2026) seperti MBG, hilirisasi, subsidi energi, dan Koperasi Desa Merah Putih, karena dinilai mengorbankan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan tenaga medis dan guru.
2. Pemulihan independensi lembaga negara seperti KPK, BI, BPK, DPR, dan BPS agar terbebas dari intervensi politik.
3. Hentikan dominasi negara termasuk BPI Danantara, serta pelibatan TNI-Polri di ranah sipil yang dianggap mematikan kompetisi usaha dan UMKM.
4. Deregulasi dan penyederhanaan birokrasi cabut kebijakan perdagangan diskriminatif dan distortif seperti TKDN dan kuota impor, sederhanakan perizinan, serta berantas usaha ilegal di sektor ekstraktif.
5. Reformasi kebijakan untuk kurangi ketimpangan integrasikan bansos agar tepat sasaran, perkuat perlindungan sosial adaptif, berdayakan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta berantas judi online lintas negara.
6. Kebijakan berbasis bukti setiap program populis baru seperti MBG atau Koperasi Desa Merah Putih harus melalui kajian independen, uji coba, dan evaluasi rutin.
7. Perbaikan institusi dan demokrasi – larangan rangkap jabatan, penerapan meritokrasi, penghentian represi terhadap masyarakat sipil, serta pemberantasan praktik suap di dunia usaha.
Aliansi Ekonom Indonesia berharap visi keadilan sosial yang diamanatkan konstitusi dapat kembali menjadi arah utama pembangunan nasional melalui kebijakan yang lebih inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Sumber: Aliansi Ekonom Indonesia