Setya Novanto Hirup Udara Bebas, Menkum RI: Pemerintah Tidak Miliki Wewenang Untuk Berkomentar
Zonabrita.com – Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Setya Novanto, yang akrab disapa Setnov, dikabarkan telah menghirup udara bebas setelah mendapatkan pembebasan bersyarat. Setnov merupakan terpidana kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Keputusan bebas bersyarat ini menuai beragam respons dari masyarakat. Sebagian pihak menganggap pembebasan ini sebagai bukti lemahnya penegakan hukum terhadap kasus korupsi, terutama yang melibatkan pejabat tinggi. Padahal, kasus e-KTP sendiri dinilai sebagai salah satu skandal korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Meskipun Setya Novanto sudah bebas, proses hukum terkait kasus e-KTP masih berlanjut. Sejumlah pihak lain yang terlibat dalam kasus ini masih menjalani proses peradilan. Namun, banyak pihak merasa khawatir kebebasan Setnov akan memengaruhi jalannya persidangan dan pengungkapan fakta-fakta yang lebih mendalam.
Kasus e-KTP ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan banyak tokoh politik dan pejabat negara. Kerugian negara yang ditimbulkan juga sangat besar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah berulang kali menyatakan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Keluarnya Setya Novanto dari penjara menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia masih memberikan ruang bagi narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan hak-haknya, termasuk pembebasan bersyarat, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan. Namun, di sisi lain, hal ini juga menjadi tantangan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sementara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengomentari keputusan pembebasan bersyarat terhadap mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Setya Novanto.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi sorotan publik pasca-Setya Novanto keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, pada 16 Agustus 2025.
Dikutip dilaman Tribunnews.com,Menurut Supratman, proses pembebasan bersyarat merupakan kewenangan penuh dari lembaga peradilan dan sistem pemasyarakatan yang berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. “Pemerintah tidak dalam posisi untuk mengintervensi atau memberikan komentar terhadap keputusan bebas bersyarat yang diberikan,” ujarnya saat ditemui di Jakarta.
Adapun Supratman menyebut, kritik publik yang muncul terhadap bebas bersyarat Setya Novanto bukan menjadi ranah pemerintah, melainkan murni merupakan kewenangan pengadilan.
“Kalau itu, aku nggak bisa jawab. Karena itu keputusan pengadilan. Keputusan pengadilan, pemerintahan nggak bisa campur,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/8/2025).
Supratman menjelaskan bahwa setiap narapidana, termasuk Setya Novanto, berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Hak tersebut meliputi remisi, cuti bersyarat, hingga pembebasan bersyarat, asalkan narapidana telah memenuhi syarat administratif dan substantif yang ketat.
”Keputusan pembebasan bersyarat diberikan setelah narapidana menjalani dua pertiga masa pidana, menunjukkan kelakuan baik, serta telah membayar lunas denda dan uang pengganti,” jelasnya.
Supratman menegaskan bahwa pembebasan ini bukanlah perlakuan khusus, melainkan hasil dari pemenuhan syarat yang berlaku untuk semua warga binaan.
Seperti diketahui, Setya Novanto divonis 15 tahun penjara atas kasus korupsi KTP elektronik. Hukuman ini kemudian dipangkas menjadi 12,5 tahun setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya. Selain itu, Setya Novanto juga dikenakan denda dan wajib membayar uang pengganti.(redaksi).