Melirik di Momen Hari Anak, Antara Peran Anak dalam Dunia Digital: Ancaman atau Peluang?
Pada tanggal 23 Juli setiap tahunnya, kita merayakan Hari Anak Nasional. Momen ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua untuk merefleksikan bagaimana kita dapat menciptakan lingkungan terbaik bagi tumbuh kembang anak-anak, terutama di era digital saat ini. Anak-anak zaman sekarang lahir dan tumbuh besar dalam genggaman teknologi, menjadikan dunia digital sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Namun, pertanyaan besar yang sering muncul adalah: apakah peran anak dalam dunia digital ini lebih condong ke arah ancaman atau justru peluang?
Dunia Digital: Pedang Bermata Dua bagi Anak
Tidak dapat dimungkiri bahwa dunia digital menawarkan segudang manfaat bagi anak-anak. Mereka dapat mengakses informasi dengan mudah, belajar hal-hal baru melalui platform edukasi interaktif, mengembangkan kreativitas melalui aplikasi desain atau video, dan bahkan menjalin koneksi dengan teman-teman dari berbagai belahan dunia. Akses terhadap pengetahuan dan hiburan yang tak terbatas ini merupakan peluang emas untuk mencetak generasi yang lebih cerdas dan adaptif.
Namun, di balik segala kemudahan itu, tersimpan pula potensi ancaman yang tidak bisa diabaikan. Paparan konten negatif, perundungan siber (cyberbullying), kecanduan gawai, hingga risiko eksploitasi online adalah beberapa contoh nyata dari sisi gelap dunia digital. Kurangnya pengawasan dan pemahaman yang memadai dari orang tua dapat memperbesar risiko-risiko ini, mengubah ruang peluang menjadi ladang bahaya bagi anak-anak.
Peran Anak sebagai Digital Native
Anak-anak saat ini sering disebut sebagai digital native, yaitu generasi yang sejak lahir sudah akrab dengan teknologi digital. Mereka memiliki intuisi alami dalam menggunakan gawai dan menjelajahi internet. Keahlian ini, jika diarahkan dengan benar, dapat menjadi kekuatan besar. Mereka bisa menjadi inovator muda, kreator konten yang positif, atau bahkan agen perubahan sosial melalui kampanye kesadaran yang mereka sebarkan di media sosial.
Penting bagi kita untuk melihat anak-anak bukan hanya sebagai objek yang perlu dilindungi, melainkan juga sebagai subjek aktif yang memiliki potensi untuk berkontribusi di dunia digital. Memberikan mereka edukasi literasi digital sejak dini, mengajarkan etika berinternet, dan mendorong mereka untuk memanfaatkan teknologi secara positif adalah kunci untuk mengoptimalkan potensi ini.
Peran Orang Tua, Sekolah, dan Pemerintah
Memastikan anak-anak aman dan berdaya di dunia digital bukanlah tugas satu pihak. Ini adalah tanggung jawab kolektif yang melibatkan orang tua, sekolah, dan pemerintah.
Orang Tua: Peran orang tua adalah garda terdepan. Mereka perlu menjadi pendamping digital bagi anak-anak, bukan hanya sebagai pengawas. Luangkan waktu untuk memahami apa yang anak lakukan di dunia maya, diskusikan konten yang mereka lihat, dan tetapkan batasan yang jelas. Komunikasi terbuka adalah kuncinya.
Sekolah: Lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum. Mengajarkan anak-anak cara berpikir kritis terhadap informasi, mengenali bahaya online, dan menjadi warga negara digital yang bertanggung jawab adalah hal yang esensif.
Pemerintah: Pemerintah perlu terus berupaya menciptakan regulasi yang kuat untuk melindungi anak-anak dari konten berbahaya dan kejahatan siber. Selain itu, pemerintah juga dapat mendukung program-program edukasi literasi digital yang masif untuk seluruh lapisan masyarakat.
Kesimpulan: Peluang dengan Kewaspadaan
Pada momen Hari Anak Nasional tahun ini 23 Juli 2025, mari kita ubah perspektif. Dunia digital bukanlah ancaman murni bagi anak-anak, melainkan sebuah peluang besar yang datang dengan tanggung jawab dan kewaspadaan. Dengan bimbingan yang tepat, pengawasan yang bijak, dan edukasi yang berkelanjutan, anak-anak kita dapat menjelajahi dunia digital dengan aman, memanfaatkannya untuk tumbuh kembang yang optimal, dan bahkan menjadi pembangun masa depan digital yang positif.(*)
OPINI, Oleh : Moch. Idris