Zonabrita.com – Persoalan efisiensi anggaran pemerintah di Indonesia berdampak terjadinya kekhawatiran akan PHK Massal.
Seperti diketahui melalui kebijakannnya, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini memicu perdebatan sengit terkait potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di berbagai sektor di Indonesia.
Meskipun pemerintah menekankan efisiensi, bukan PHK, realitanya beberapa instansi telah melakukan PHK, terutama pada karyawan kontrak dan tenaga lepas.
Di kutif dari laman merdeka.com, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan efisiensi anggaran tidak akan menyebabkan PHK massal di kementerian dan lembaga. Ia menekankan pengawasan DPR dan menunggu rekonstruksi anggaran sebelum mengambil kesimpulan.
Dampak Efisiensi Anggaran
Namun, kenyataan PHK di RRI dan TVRI, yang dikaitkan dengan efisiensi anggaran, menimbulkan kekhawatiran. Serikat pekerja pun mengecam kebijakan ini.
Di sisi lain, pengusaha konstruksi mengungkapkan kekhawatiran akan PHK massal akibat pemangkasan anggaran infrastruktur sekitar Rp81 triliun. Mereka memperkirakan jutaan pekerja konstruksi terancam kehilangan pekerjaan.
Pemangkasan anggaran di sektor-sektor tertentu berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lapangan kerja, meskipun pemerintah berfokus pada pengurangan belanja operasional.
Juru Bicara LPP RRI Yonas Markus Tuhuleruw menjelaskan, misinformasi yang berkembang terkait adanya pengurangan tenaga lepas massal di RRI. Pengurangan ini, disebutkan sebagai imbas dari efisiensi APBN 2025.
“Itupun pilihan terakhir dalam keputusan dan kebijakan direksi terkait tenaga lepas atau kontributor” kata Yonas dalam keterangannya, Senin (10/2).
Dia mengatakan, dalam UU ASN Nomor 20 Tahun 2023 telah mengatur Aparatur Sipil Negara. Di mana terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Namun demikian, untuk tenaga lepas seperti kontributor, pengisi acara, produser, sebagian music director merupakan pengisi acara yang tugasnya tidak rutin seperti ASN. Di mana dibayarkan dari dana operasional melalui standar biaya masukan lainnya,” ujarnya.
Potensi PHK Massal
Efisiensi anggaran, jika tidak dikelola dengan tepat, berpotensi menyebabkan PHK massal. Beberapa alasan yang mungkin mendasari kebijakan pengurangan jumlah pegawai, termasuk PHK, antara lain:
Optimalisasi Anggaran Negara: Evaluasi struktur birokrasi dan pengurangan pegawai yang dianggap tidak efektif untuk mengalihkan anggaran ke sektor prioritas.
Reformasi Birokrasi: Penyesuaian struktur dan jabatan yang tidak lagi relevan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman.
Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas: Mengganti pegawai yang tidak memenuhi kualifikasi atau produktivitas dengan tenaga kerja yang lebih terampil.
Tekanan Fiskal dan Pengurangan Defisit Anggaran: Mengurangi beban anggaran dengan mengurangi pengeluaran gaji pegawai negeri.
Pengalihan Dana untuk Program Prioritas: Mengalihkan dana dari pengeluaran tidak produktif ke program prioritas seperti infrastruktur dan pendidikan.
PHK massal berisiko menimbulkan masalah sosial, seperti peningkatan angka pengangguran, penurunan daya beli, dan ketidakstabilan sosial.
Oleh karena itu, perlu adanya program jaminan sosial dan pelatihan kerja untuk membantu para pegawai yang terdampak.
Kriteria Tidak Kena Efisiensi Anggaran
Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi membantah anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Menurutnya, mitigasi bencana merupakan layanan untuk publik yang dipastikan tetap optimal.
“Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Silahkan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru,” kata Hasan kepada wartawan, Selasa (11/2).
Hasan menjelaskan, efisiensi yang sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN. Namun, tetap tidak mengurangi otot.
“Tenaga pemerintah dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena pengurangan lemak ini,” jelasnya.
Hasan menerangkan, ada 4 kriteria yang tidak terkena efisiensi yaitu Gaji Pegawai, Layanan Dasar Prioritas Pegawai, Layanan Publik, dan Bantuan Sosial.
“Jadi mitigasi bencana merupakan layanan publik yang dipastikan optimal,” ucapnya.(**)
Sumber Merdeka.com